Jumat, 27 Maret 2015
Materi Pentingnya TI dalam BK
https://drive.google.com/file/d/0B1llxkE6Gdo1dmN4VFNfNFdZd28/view?usp=sharing
Rabu, 25 Maret 2015
Kesehatan Mental Dalam Lingkungan Keluarga
MATERI X BAB XII
KESEHATAN MENTAL DALAM LINGKUNGAN KELUARGA
Disusun guna
memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan Mental
Dosen Pengampu: Siti Utari, Dra.,
M.Kes
Disusun oleh kelompok X :
Kelas : BK A-3 / 2011
1.
Imam
Fahli (115000103)
2.
Iltizamah (115000116)
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA
2015
KATA
PENGANTAR
Kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua. Sehingga makalah ini telah
dapat kami susun dalam rangka mengikuti mata kuliah “Kesehatan Mental”.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW, nabi yang telah diutus untuk membawa rahmat kasih
sayang bagi semesta alam dan sebagai penerang jalan manusia dari alam jahiliyah
menuju alam yang diterangi oleh ilmu pengetahuan.
Kelompok kami menyadari sepenuhnya, tanpa
bantuan dan partisipasi dari semua pihak, baik moril maupun materil, kelompok
ini tidak mungkin dapat menyelesaikan dengan baik. Karena itu, sudah sepatutnya
kami sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu “Siti Utari, Dra., M.Kes”. Yang telah membimbing kami.
Kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Dan dengan
segala kerendahan hati kami mengharap adanya kritik dan saran supaya menjadikan
kami lebih instropeksi diri lagi dan supaya kedepan kami dapat membuat makalah
yang lebih baik lagi.
Surabaya, Maret 2015
Penyusun
BAB XII
KESEHATAN MENTAL
DALAM LINGKUNGAN KELUARGA
1.
Pengaruh kebiasaan, sikap hidup, dan filsafat hidup keluarga.
2.
Struktur masyarakat kaya miskin dan ketidaksehatan mental.
3.
Ayah ibu yang abnormal dan dampak negatifnya.
4.
Peranan keluarga dalam memupuk kesehatan mental.
PENDAHULUAN
Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang
memberikan fundasi primer bagi perkembangan anak, juga memberikan pengaruh yang
menentukan bagi pembentukan watak dan kepribadian anak, yaitu memberikan
stempel yang tidak bisa dihapuskan bagi kepribadian anak. Maka baik-buruknya
keluarga ini memberikan dampak yang positif atau negatif pada pertumbuhan anak
menuju kepada kedewasaannya.
1. PENGARUH
KEBIASAAN, SIKAP HIDUP, DAN FILSAFAT HIDUP KELUARGA.
Pola tingkah laku, fikiran, dan sugesti ayah ibu
dapat mencetak pola yang hampir sama pada anggota-anggota keluarga lainnya.
Oleh karena itu tradisi, kebiasaan sehari-hari, sikap hidup, cara berfikir, dan
filsafat hidup keluarga itu sangat besar sekali pengaruhnya dalam proses
membentuk tingkah laku dan sikap anggota keluarga, terutama anak-anak. Sebab
tingkah laku orang tua itu mudah sekali menular kepada anak-anak puber dan
adolesens yang jiwanya belum stabil, dan tengah mengalami banyak gejolak batin.
Kualitas rumah tangga atau kehidupan keluarga, jelas
memainkan peranan penting sekali dalam membentuk kepribadian anak menuju pada
keseimbangan batin dan kesehatan mental atau justru membuat mental anak-anak
yang masih muda in jadi tidak waras.
Sebabnya
ialah antara lain sebagai berikut:
1) Karena ayah dan ibu masing-masinng terlalu pusing
mengurusi permasalahan dan konflik-konflik sendiri yang berlarut-larut, maka
anak-anak kurang terurus, tidak mendapatkan perhatian (pengabaian edukatif).
2) Kebutuhan fisik maupun kebutuhan psikis anak-anak
menjadi tidak terpenuhi. Mereka menjadi sangat kecewa dan merasa diabaikan (ada pengabaian psikofisik).
3) Anak-anak tidak pernah mendapatkan latihan fisik
dan mental yang sangat diperlukan bagi hidup susila/etis, tidak mengenal
tanggung jawab dan disiplin (pengabaian
moril).
Sebagai akibat dari ketiga jenis pengabaian tersebut
diatas, anak sering menjadi risau, bingung, merasa tersudut atau ditinggalkan.
Di kemudian hari anak-anak ini mencari kompensasi bagi kerisauan hatinya itu di luar lingkungan keluarga. Lalu masuk
satu gang immoril atau kumpulan anak-anak kriminil, dan menderita macam-macam
gangguan mental.
Anak-anak yang kurang
mendapatkan perhatian dan kasih-sayang dari orang tua itu selalu merasa
tidak aman, dan merasa kehilangan tempat berpijak atau tempat berlindung. Di
kemudian hari mereka akan mengembangkan reaksi
kompensatoris berbentuk dendam dan sikap bermusuh terhadap dunia luar.
Anak-anak ini mulai “menghilang” dari rumah, lebih suka bergentayangan di luar
lingkungan keluarga sendiri.
Anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga
yang sedikit sekali atau tanpa mendapatkan supervisi/pengawasan dan latihan
disiplin yang teratur, jelas tidak akan sanggup menginternalisasikan dalam
pribadi sendiri norma-norma hidup moral dan susila. Bahkan banyak dari mereka
menjadi kebal terhadap nilai kesusilaan (jadi a-susila atau immoril),
sebaliknya mereka menjadi lebih peka terhadap pengaruh-pengaruh jahat dari
luar. Sehingga untuk selama-lamanya anak-anak muda dan orang dewasa macam itu
tidak akan pernah mampu mengembangkan disiplin diri dan pengendalian diri.
2. STRUKTUR
MASYARAKAT KAYA MISKIN DAN KETIDAKSEHATAN MENTAL.
Di kota-kota besar terdapat perbedaan distribusi
ekonomis dan distribusi ekologis dari orang-orang yang besar dari klas-klas
sosial yang berbeda-beda. Secara otomatis dalam masyarakat tersebut terdapat banyak
kesenjangan antara golongan kaya dengan golongan miskin. Tidak semua kelompok
sosial dalam situasi sedemikian mendapatkan kesempatan yang sama untuk menapak
jalan masuk menuju ke arah kekuasaan-kekayaan dan privilige-privilige ke enakan
hidup sehari-hari.
Anak-anak yang neurotik (sering kali juga delinkuen
dan neurotik sekaligus) banyak yang berasal dari keluarga klas menengah dengan
tingkat ekonomi menengah dan tinggi , mereka ada di tengah lingkungan familial
yang konvensional dan cukup baik secara sosial-ekonomis. Dalam suasana keluarga
yang makmur dan sejahtera itu biasanya mereka hidup bermanja-manja dan
bersantai-santai. Namun pada umunya keluarga mereka mengalami konflik-konflik
hebat, juga dalam keadaan krisis dan frustasi berat. Oleh kondisi keluarga yang
berantakan itu, anak-anak mudanya ada yang menggunakan obat-obat peransang dan
minum-minuman keras. Sebabnya adalah sebagai berikut:
Pertama, kebiasaan tersebut dipakai untuk “menghilangkan
kejemuan dan kejenuhan” dalam iklim sejahtera yang serba kosong yaitu hampa
secara jiwani.
Kedua, untuk melupakan dan menghilangkan macam-macam
konflik batin sendiri.
Ketiga, untuk memberikan kegairahan serta “keberanian
hidup” yang semu.
Kebiasaan-kebiasaan buruk tadi di samping
memunculkan ketidaksehatan mental, pasti juga memunculkan kebiasaan-kebiasaan
delinkuen. Jadi mereka itu delinkuen sekaligus juga neorotik.
Tingkah laku para remaja yang neurotik dan delinkuen itu jelas merupakan ekspresi dari
konflik-konflik batin sendiri yang belum terselesaikan. Maka perilaku tersebut
dijadikan alat pelepas bagi rasa-rasa ketakutan, kecemasan, kekecewaan.
Terlebih-lebih oleh mereka yang memiliki ego
yang lemah karena perubahan tingkah laku mereka itu berlangsung atas dasar konflik-konflik jiwani yang serius atau mendalam
sekali, maka pada umumnya mereka akan terus mengembangkan tingkah laku yang
delinkuen-neurotik itu sampai usia dewasa dan usia tua.
Selanjutnya, anak-anak psikopatik – yang kemudian hari
berkembang menjadi remaja dan orang dewasa delinkuen psikopatik – itu biasanya
berasal dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang ekstrim, brutal, sadis,
diliputi banyak perkelahian antar anggota keluarga, berdisiplin keras-kejam
tetapi tidak konsisten, dan yang selalu menyia-nyiakan anak-anaknya. Dalam
lingkungan sedemikian anak-anak tidak pernah merasakan kehangatan, kasih
sayang. Sebagai akibatnya, anak-anak tadi untuk selama-lamanya tidak mampu menumbuhkan kapasitas afeksi.
Kehidupan perasaannya menjadi tumpul atau mati sama sekali, sehingga mereka
tidak mungkin bisa menjalin relasi emosional serta personal yang akrab dan baik
dengan orang-orang lain.
3. AYAH IBU YANG
ABNORMAL DAN DAMPAK NEGATIFNYA.
Pola tingkha laku ayah-ibu (atau salah seorang
anggota keluarga) itu mudah menular kepada segenap anggota keluarga. Karena itu
kebiasaan, cara hidup, cara berfikir, dan filsafat hidup keluarga itu besar
sekali pengaruhnya dalam membentuk perilaku dan sikap setiap anggota keluarga.
Maka kualitas rumah tangga dengan pola kehidupannya
itu jelas memberikan stempel-pembentuk pada kepribadian anak-anak. Demikian
pula semua jenis konflik familial dan
ketegangan/krisis keluarga pada umunya mengakibatkan bentuk ketidakimbangan
dalam kehidupan psikis anak-anak, serta memunculkan macam-macam gangguan mental.
Selanjutnya, pola
keluarga yang patalogis juga membuahkan macam-macam masalah psikologis,
serta konflik terbuka dan tertutup pada pribadi anak-anaknya, dan jelas menjadi
penyebab utama timbulnya kasus kejahatan remaja. Dengan begitu kericuhan batin
dan penyimpangan tingkah laku anak-anak itu merupakan pencerminan dari gaya
hidup yang typis dari satu keluarga yang “SAKIT” secara sosial dan tengah
berantakan.
Maka situasi dan kondisi lingkungan awal kehidupan
anak, yaitu KELUARGA (orang tua dan kerabat dekat), jelas mempengaruhi
pembentukan karakter, kebiasaan dan sikap hidup anak-anaknya. Dengan begitu,
kualitas delinkuensi atau keseriusan penyakit-penyakit mental/jiwa yang
disandang oleh anak-anak dan para remaja itu merupakan produk langsung dari kebiasaan keluarga yang buruk.
Sebagai akibat dari kebiasaan keluarga yang buruk
tadi, anak-anak lalu menolak norma dan konvensi pergaulan hidup yang
umum/normal, dan sebaliknya lalu mengembangkan sikap pelarian diri yang tidak
normal yaitu menjadi sakit secara psikis (neorotis, psikotis, psikopatis), atau
mengembangkan pola-pola kriminal.
Struktur keluarga anak-anak bermasalah – neorotis.
Psikotis, psikopatis, kriminil, immoril, dan lain-lain – pada umumnya
menunjukan kelemahan atau cacat dari pihak IBU, antara lain sebagai berikut:
1) Ibu tersebut tidak menyadari fungsi kewanitaan
dan keibuannya.
2) Kehidupan perasaan ibu-ibu tadi tidak mantap,
labil, tidak konsisten.
3) Ibu-ibu yang sering melakukan perbuatan kriminal,
dan atau melakukan tindak asusila menjadi WTS.
4) Ibu-ibu yang neorotik dan menderita penyimpangan
psikis lainnya.
Selanjutnya beberapa cacat di pihak AYAH yang
mengakibatkan anak-anaknya menjadi delinkuen dan atau menderita gangguan
mental, dapat kita tuliskan di bawah ini:
1) Ayah-ayah yang menolak, meremehkan, memperhina
anak-anaknya terutama anak laki-laki.
2) Ayah-ayah yang kejam, sewenang-wenang, bersikap
sadis terhadap anak-anaknya.
3) Mereka yang pada umumnya alkoholik dan egositis,
serta mempunyai “prestasi” kriminalitas.
4) Ayah-ayah yang menderita satu atau beberapa
gangguan jiwa atau defek mental, sehingga tidak mampu melaksanakan fungsi
keayahannya.
5) Ayah-ayah yang suka berpoligami, berulang kali
kawin-cerai, suka main perempuan, pada umunya mengakibatkan pecahnya struktur
keluarga, di samping membuat anak-anak – terutama anak laki-lakinya – menjadi
sangat agresif, kriminil, atau terganggu mentalnya.
4. PERANAN
KELUARGA DALAM MEMUPUK KESEHATAN MENTAL.
Dapat kita pahami sekarang, bahwa faktor sosial
paling utama yang memberikan pengaruh predisposisional baik atau buruk ialah
KELUARGA. Selanjutnya, keluarga yang memberikan pengaruh predisposisional psikotis (bisa berkembang menjadi gila) kepada
anak-anak, para remaja dan orang-orang muda, memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
a) Keluarga dengan ayah-ibu yang tidak mampu
berfungsi sebagai pendidik, yang defisien sebagai pendidik. Anak-anak akan
terganggu kondisi kejiwaannya dan tidak hygienis mentalnya, disebabkan oleh
banyaknya kekisruhan dan krisis-krisis yang dialami oleh orang tua. Karena itu
anak-anak tadi tidak bisa menjadi dewasa secara psikis, dan tidak bisa mandiri
dalam kedewasaannya.
b) Tidak berfungsinya keluarga sebagai lembaga psikososial. Orang tua tidak
sanggup mengintegrasikan anak-anak dalam kebutuhan keluarga. Masing-masing
bercerai berai. Anak-anak tidak bisa menyalurkan implus-implus kekanakannya
lewat kenal-penyalur yang wajar, atau menurut jalan-jalan formal yang susila
serta penuh kasih-sayang. Keluarga juga tidak mampu memberikan peranan sosial
dan status sosial kepada anak-anak, sehingga hal ini memusnahkan martabat dan
harga-diri anak, mereka merasa sangat kecewa atau putus asa.
Karena itu defisiensi/kerusakan dalam struktur
keluarga selalu akan memprodusir banyak gangguan psikis pada anak-anak yaitu
berupa tidak adanya integrasi dari fungsi-fungsi psikis dan kemunculan
disintegrasi paa ego-fungsi anak/orang muda, yang pada akhirnya menjadi
neorotik dan psikotik.
Di bawah ini dituliskan pula bentuk keluarga yang
biasanya memprodusir anak-anak yang
mentalnya sakit atau neurotik (terganggu syarafnya) yang memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
1) Keluarga yang menuntut kepatuhan total anak
Keluarga amau menerima dan menyayang anak, asal anak
tunduk mutlak pada perintah-perintah orang tua, dan menjauhi larangan-larangan
tertentu. Karena ada larangan dan tekanan-tekanan orang tua, anak mengembangkan
mekanisme pelarian diri guna mengalahkan implus-implus dan keinginan sendiri.
Oleh kondisi tersebut di atas, lama-kelamaan jiwa
anak menjadi terganggu dan sakit atau anak menjadi neurotik.
2) Dominasi dan ke kuasaan mutlak serta otoriter
orang tua menimbulkan agresi pada diri anak.
Karena dominasi yang dipaksa-paksakan, anak tidak
pernah mampu menemukan jalan hidupnya sendiri. Karena itu, gangguan-gangguan
psikis pada diri anak-anak pada intinya merupakan perpanjangan dari
gangguan-gangguan psikis, ilusi-ilusi, delusi-delusi an simptom patalogis orang
tuanya.
Maka pengaruh-pengaruh orang tua yang psikotis
sifatnya, akan membuat anak-anaknya menjadi gila. Dan pengaruh orang tua yang
neurotis akan membuat anak-anak menjadi neurotis pula.
3) Pengaruh ayah yang bertentangan dengan pengaruh
ibu
Khususnya bila mereka berbeda pendirian, prinsip,
dan pandangan hidup, juga berbeda jalan hidup yang ditempuh. Bagi anak,
menganut prinsip salah seorang dari kedua orang tuanya, berarti menentang pihak
lainnya. Dia merasa tidak pasti dan tidak aman dalam lingkungan keluarganya, di
samping tidak mampu mengembangkan reality-testingnya
(karena berfikir tidak logis dan selalu memalsukan realitas lingkungan). Karena
itu anak menjadi semakin neurotik
4) Pola hidup orang tua yang berantakan
Jika orang tua tidak konstan dan tidak stabil dalam
emosi, fikiran, kemauan dan tingkah lakunya apabila ayah dan ibu berbeda ideal,
simpati dan antipatinya, maka pada diri anak-anak pasti akan berlangsung proses
identifikasi yang menjurus pada KETERBELAHAN. Munculah pribadi-pribadi terbelah
(splitted personality, multiple personality) yang neurotik sifatnya.
Ringkasannya, keluarga yang memberikan
pengaruh-pengaruh buruk dan membuat anak-anaknya menjadi “gila” (memberi
pengaruh psikotik) itu jelas tidak melatih anak-anak belajar melakukan adaptasi
di tengah masyarakat, dan tidak mengajar anak mengembangkan fungsi-egonya. Ini
bukan berarti bahwa orang tua atau keluarga yang bersangkutan memang dengan
sengaja melakukan semua perbuatan itu. Sebab sebenarnyalah, bahwa mereka itu
sendiri adalah neurotik atau psikotik diluar pengetahuan atau diluar kesadaran
mereka.
Maka perkembangan
jiwa yang sehat itu hanya bisa berlansung apabila keluarga bisa menyajikan
kondisi sebagai berikut:
1) Keluarga bisa menuntun anak untuk
bertanggungjawab dan belajar menemukan jalan hidupnya sendiri.
2) Orang tua bisa bersikap toleran terhadap
implus-implus dan emosi-emosi anak-anaknya, dan bisa memberikan bimbingan
penyalurannya dengan cara yang sehat.
3) Adanya identifikasi anak yang sehat terhadap
orang tua, guna memperkuat kepribadian anak.
4) Orang tua mampu membimbing anak menentukan sikap
sendiri, membuat rencana hidup yang realitas, dan memilih tujuan finalnya
sendiri.
5) Orang tua memberikan contoh sikap hidup dan
perilaku yang baik. Berani menghadapi semua kesulitan dan tantangan dengan
tekad yang besar, dan menyingkiru mekanisme pelarian diri sert pembelaan diri
yang negatif (yang tidak sehat).
Selanjutnya orang-orang dewasa yang:
1) Semasa kanak-kanaknya tidak pernah belajar
mengendalikan dan menguasai implus serta emosi-emosinya dengan baik, dan
menyalurkannya dengan cara yang wajar.
2) Mereka yang tidak mampu mengembangkan reality
testing
3) Mereka yang tidak mempunyai identitas sendiri dan
selalu terombang-ambing oleh macam-macam keraguan
4) Mereka yang tidak memiliki kepribadian yang
terintegrasi dengan baik, orang-orang sedemikian tadi akan dengan mudah
mengalami proses gangguan-gangguan mental oleh cobaan-cobaan hidup yang
biasa-biasa saja.
Mereka ini mudah menjadi rapuh, gampang mengalami
kepatahan mental, dan cepat menjadi neurotik. Sebabnya ialah: lemahnya
fungsi-Ego mereka.
Pada akhirnya, semasa perkembangan dan dalam usaha
menegakan posisi diri (di tengah masyarakat luas), orang pasti akan terhindar
dari kepedihan, duka, sakit, dan trauma-trauma psikis lainnya. Maka hal yang
penting bagi kita semua ialah orang harus berani dan tabah memikul semua cobaan
hidup.
Anak muda yang tengah tumbuh berkembang itu akan
pernah mencapai taraf kedewasaan, tanpa menemui rintangan dan kesulitan. Maka
salah satu sukses dalam perjuangan individu menuju pada kedewasaan dan
kematangan pribadi ialah:
- Kemampuan untuk dengan berani dan tabah
- Memikul duka-derita guna mencapai tujuan hidup
- Dalam kondisi jiwa dan raga yang sehat
DAFTAR PUSTAKA
Kartono, Kartini. 2000. Hygiene Mental. Bandung: Mandar Maju.
Teknologi Informasi Dalam Bimbingan dan Konseling
Konteks Sejarah: Hubungan Teknologi Komputer dan
Konseling
Komputer tidak baru. Mereka telah ada
selama lebih dari setengah abad ENIAC, mesin besar yang digunakan tabung vakum,
diciptakan pada tahun 1946 (Fargis & Bykofsky, 1989). Hubungan antara
komputer dan konseling bukanlah hal yang baru, baik, dan telah ada selama
beberapa dekade. Namun, dampak dan fokus teknologi komputer konseling, dan
lebih luas pengertian psikoterapi, telah berubah dari waktu ke waktu. Seperti
kita berharap sebagai profesi untuk masa depan hubungan komputer-konseling,
mungkin melayani kita untuk pertama sebentar melihat ke belakang. Kenangan ini
akan membantu kita menyesuaikan diri kita sendiri sebelum melihat ke masa depan
dengan banyak kemungkinan nya. Ini juga akan membantu kita untuk mengingat
bahwa sebagai konselor kita memiliki peran unik dalam masyarakat: untuk
mengadvokasi teknologi yang meningkatkan daripada menurunkan kondisi manusia
(Fromm, 1968). Ini adalah dalam konteks ini bahwa bab ini mengkaji evolusi
hubungan antara komputer dan konseling - baik pengiriman perawatan konseling
dan pendidikan dan pelatihan konselor masa depan.
THE 1950 DAN 1960: mainframe, MINIS, DAN KOMPUTER
SEBAGAI Terapis
Komputer mainframe berada di sekitar
selama tahun 1950 tapi sangat mahal dan hanya tersedia untuk sktor dan untuk
universitas besar. Waktu komputasi adalah sumber daya yang langka, dan
penekanannya adalah pada efisiensi penggunaan waktu komputer. Bahasa
pemrograman komputer yang dirancang untuk penggunaan yang efisien dengan mesin
daripada kenyamanan pengguna manusia. Keterbatasan ini membatasi pengembangan
aplikasi komputer untuk konseling. Namun, selama tahun 1950-an ahli teori
seperti BF Skinner dan Norman Crowder mengembangkan ide-ide tentang instruksi
diprogram yang merupakan anteseden historis untuk instruksi computeraided
modern dan pendidikan berbasis web jarak yang saat ini sedang digemari (Niemiec
& Walberg, 1989).
Pada awal 1960-an minicomputer datang
untuk menggantikan mainframe. Pada tahun 1962 Digital Equipment Corporation
menghasilkan komputer mini pertama. Minicomputer memanfaatkan sirkuit terpadu
yang telah ditemukan pada tahun 1959 di Texas Instruments. Mereka lebih kecil
dari mainframe, lebih kuat, dan lebih terjangkau (Fargis & Bykofsky, 1989).
Akses ke komputer menjadi sumber daya yang lebih banyak, dan lebih bahasa
pemrograman user-friendly dikembangkan, termasuk BASIC, PASCAL, dan program
khusus untuk instruksi dibantu komputer disebut PLATO dan ILLIAC. Hus itu
benar-benar di tahun 1960-an bahwa hubungan antara komputer dan konseling dan
psikoterapi dimulai dengan sungguh-sungguh.
Terapi Konseling
Upaya awal mengintegrasikan komputer
dengan psikoterapi bertujuan untuk menghasilkan program komputer yang bisa
meniru seorang terapis manusia. Salah satu contoh adalah ELIZA program awal
yang terkenal dikembangkan oleh Joseph Wizenbaum pada tahun 1966 yang
memungkinkan orang untuk berbicara dengan itu mereka bisa dengan konselor nyata
dalam terapi (O'Dell & Dickson, 1984). Program ini didasarkan pada kualitas
reflektif Terapi Centered Orang dipromosikan oleh Carl Rogers, dan masih
tersedia saat ini di World Wide Web (www-ai.ijs.si/eliza-cgi-bin/eliza_script).
Contoh lainnya, yang dikembangkan oleh Colby, Watt, dan Gilbert (1966), di
cenderung untuk melakukan dialog terapi weith pengguna. Teori diwujudkan dalam
program ini adalah bahwa dari psikoanalitik associalition gratis. Kedua contoh
program yang memiliki beberapa kelemahan. Salah satu yang paling penting dari
ini adalah ketidakmampuan komputer untuk memproses "bahasa alami".
Komputer memiliki waktu sulit memahami apa yang orang berarti ketika mereka
menggunakan bahasa sehari-hari yang seperti "Penonton memberikan musisi
tangan". Dalam hal ini, komputer harus tahu bahwa dalam konteks
pertunjukan musik memberikan tangan tidak harfiah berarti embel manusia
melainkan tepuk tangan (Sharf, 1985). Setelah upaya-upaya awal untuk
mengembangkan terapis komputer, para peneliti menyimpulkan bahwa komputer
memiliki keterbatasan serius dan sebagai alat untuk memberikan terapi, bisa mungkin
tidak menggantikan konselor dalam waktu dekat.
KOMPUTER-AIDED INSTRUCTION (CAI)
Selain kepentingan dalam menggunakan
komputer untuk intervensi konseling, ada minat yang berkembang dalam
menggunakan komputer untuk memberikan pendidikan dan pelatihan. International
Business Machines Corporation (IBM) berpengaruh dalam perkembangan awal CAI dan
oleh 1959 telah mengembangkan program pertama untuk mengajar matematika. Pada
tahun 1963, bekerja sama dengan Stanford universitas, IBM merilis KURSUS
WRITER, bahasa pemrograman pertama untuk CAI, lengkap dengan seluruh kurikulum
SD (Niemiec & Walberg, 1989). Pemimpin lain dalam pengembangan CAI adalah Computer
Education Research Laboratory (CERL), yang bekerja sama dengan Control Cata
Data Corporation untuk mengembangkan PLATO (Programmed Logis untuk Automatic
Pengajaran Operasi). PLATO menjadi program pembelajaran yang paling banyak
digunakan baik di Amerika Serikat dan Eropa terutama diarahkan pada instruksi
tingkat perguruan tinggi (Niemiec & Walberg, 1989). PLATO signifikan
terhadap hubungan komputer-konseling karena mewakili perkembangan bahasa
pemrograman seorang programmer dengan memungkinkan ahli dari berbagai disiplin
untuk menempatkan isi kursus mereka ke komputer tanpa perlu ahli untuk
pemrograman.
THE 1970 DAN 1980: mikrokomputer UNTUK SEMUA ORANG
(APA YANG BISA SAYA LAKUKAN DENGAN IT?)
Teknologi komputer mengambil langkah
raksasa ke depan dalam tahun 1970-an dan 1980-an dengan munculnya
mikrokomputer. Meskipun prediksi kantor paperless telah terjadi, mikro telah
berubah masyarakat, bergerak kita dari era revolusi industri menuju era
informasi. Daya komputasi meningkat terus dari mikro pertama pada tahun 1973
sepanjang tahun 1980 dan 1990-an dengan pengurangan bersamaan dalam s biaya.
Selama tahun 1970-an dan 1980-an akses komputer menjadi sumber daya yang
relatif berlimpah di Amerika Serikat, dengan banyak sekolah dan perpustakaan
umum dilengkapi dengan komputer. Meskipun konselor pertama kali diprediksi akan
tahan terhadap menggunakan mikrokomputer, ini telah terbukti tidak demikian.
Penggunaan komputer oleh konselor dan psikoterapis tumbuh pesat selama tahun
1980 (Kairo & Kanner, 1984), dan dengan peningkatan mereka digunakan dan
apa yang dia masalah etika yang timbul dari mereka menggunakan (Engels, Caulum
& Sampson, 1984).
KONSELING INTERVENSI DAN MANAJEMEN LAYANAN
Selama tahun 1970-an dan 1980-an sebagai
jumlah praktisi tumbuh, berbagai aplikasi untuk komputer dikembangkan untuk
berbagai kegiatan konseling termasuk intervensi konseling, tes kepribadian,
bimbingan karir, dan pengelolaan data klien untuk evaluasi program (Alpert,
Pulvino & Lee, 1984 ). Konselor dan psikoterapis menyadari bahwa komputer
mungkin bisa memainkan peran ajuvan terapi. Terapis mulai menggunakan komputer
untuk bekerja dengan masalah perawatan klien tertentu ketika strategi
pengobatan yang didefinisikan dengan baik sesuai dapat digunakan (Wagman &
Kerber, 1984). Dua contoh yang terkenal. Yang pertama, sytem Plato DCS (Wagman
& Kerber, 1978), menggunakan bahasa PLATO untuk sistem konseling dilema
yang dapat digunakan dengan klien yang merasa "terjebak" ketika
membuat keputusan antara dua konsekuensi yang merugikan. Program ini memberikan
klien dengan model terstruktur untuk memecahkan dilema (Wagman & Kerber,
1984). Contoh kedua, MORTON (Selmi, Klien, Greist, jonhson & Harris, 1982),
dirancang untuk menggunakan pendekatan terapi kognitif untuk bekerja dengan
klien dengan depresi ringan hingga sedang. Program ini sangat pendidikan di
alam dan terfokus pada mengajar klien untuk mengidentifikasi kognisi yang
mendasari, yang dapat menyebabkan depresi. Kedua program menunjukkan kemanjuran
menggunakan komputer sebagai tambahan untuk konselor ketika tugas komputer
didefinisikan dengan baik di berbagai bidang seperti psikoterapi kognitif, permainan
terapi, biofeedback dan terapi perilaku (Lawrence, 1986: Matthews, Desanti,
Callahan, Koblenz-Salcov & Werden 1987 ). Program seperti ini,
bagaimanapun, sti'l tidak umum digunakan oleh dokter di lapangan.
Penasihat PENDIDIKAN DAN PENGAWASAN APLIKASI
Menggunakan komputer untuk pelatihan
konselor dieksplorasi selama tahun 1980, baik dari segi pengembangan program
sofware baru dan investigasi ke dalam pedagogi mengajar dengan komputer (Hosie
& Smith, 1984: Phillips, 1983). Pada 1984 Konselor Pendidikan dan
Pengawasan mengabdikan edisi khusus untuk komputer dan pendidikan konselor.
Eksplorasi dalam mengembangkan aplikasi komputer untuk pelatihan konselor
termasuk orang-orang untuk akuisisi fakta, pengembangan keterampilan,
pengembangan pribadi dan profesional, administrasi ujian, analisis statistik
untuk penelitian dan pengawasan (Froehle, 1984: Lee & Pulvino 1988:
Phillips, 1984a, 1984b: Putih , 1988).
Pada tahun 1988, Lambert menulis sebuah
artikel berjudul "Komputer di Konselor Pendidikan: Empat Tahun Setelah
Edisi Khusus" sebagai tindak lanjut dari 1.984 edisi khusus Konselor
Pendidikan dan Pengawasan. Dia realistis mengidentifikasi berbagai kendala yang
menghambat pengembangan lebih lanjut dari teknologi komputer dalam bidang
cunseling. Sebagai contoh, banyak fakultas tetap terlatih dan berpengalaman
dalam menggunakan komputer dan tidak menyadari manfaat potensial yang berasal
dari penggunaan komputer dalam pelatihan. Selain itu, uniquenees dari beberapa
program cunseling mencegah penggunaan off-the-rak sofware, dan aplikasi
customiced adalah expensife atau memakan waktu untuk memproduksi. Untuk alasan
ini, Lambert menyimpulkan bahwa penggunaan tersebar luas dari appications
komputer untuk pelatihan konselor belum terjadi. Banyak masalah yang
diidentifikasi oleh Lambert telah bertahan sampai 1990-an.
THE 1990 AND BEYOND (HEY, INI ADALAH HAL INTERNET
mengesankan)
Bunga tampak memudar di komputer pada
awal 1990-an, seperti yang ditunjukkan oleh penurunan artikel yang berkaitan
dengan komputer dalam jurnal ilmiah. Seperti tahun 1990-an telah berkembang,
namun, perubahan teknologi terjadi lagi dan menghembuskan semangat baru ke
dalam hubungan komputer-konseling. Ledakan di akses Internet dan penggunaan,
pertama di kalangan akademisi dan ayam dengan masyarakat umum, telah
menciptakan babak baru seluruh dalam sejarah hubungan komputer-konseling,
jumlah individu yang terlibat dengan komputer telah berkembang dari sebuah elit
kecil ke kelompok besar. Meskipun di luar lingkup bab ini, dampak potensial
dari Internet dan World Wide Web pada konseling ilustrasi singkat yang sangat
besar dan waran. Hampir semua organisasi profesional utama konseling telah
membentuk halaman web untuk keanggotaan mereka. ERIC / CASS telah mendirikan
perpustakaan virtual dari mana teks lengkap untuk artikel dapat didownload ke
komputer pribadi konselor, membuat akses ke sejumlah besar informasi lebih
mudah dari sebelumnya. Terapi konseling sudah disampaikan secara on-line, dan
informasi lebih banyak lagi tentang topik psikologis tersedia untuk setiap
konsumen yang memiliki web browser. Banyak pertanyaan peraturan baru etika dan
profesional bermunculan sejak perkembangan konseling web.
KESIMPULAN
Ther telah menjadi hubungan yang
berkembang antara profesi konseling dan komputer selama empat dekade terakhir
(Mruk, 1989). Namun, tidak sampai tahun 1990-an memiliki jumlah konselor dan
pendidik konselor yang terlibat dengan menggunakan komputer tumbuh untuk
mewakili adopsi sebenarnya teknologi dengan prefession tersebut. Komputer telah
digunakan dalam cara-cara kreatif baik untuk membantu dalam mengobati klien dan
untuk membantu mendidik kalangan praktisi konseling baru. Dalam melihat ke masa
depan, komputer akan, dalam semua kemungkinan, terus berdampak tidak hanya pada
profesi kita, tetapi juga dalam arti yang lebih luas pada budaya kita dan
manusia itu identitas diri. Untuk saat ini, pac pengembangan teknologi komputer
telah tampaknya melampaui kemampuan profesi kita untuk penelitian penerapannya
secara memadai dan menjawab pertanyaan-pertanyaan etis penting tentang
penggunaannya. Manusiawi atau memanusiakan komputer memaksa kita untuk
mengambil tampilan baru apa artinya menjadi manusia, dan pada kemungkinan bahwa
mesin berpikir dapat membawa kita untuk wawasan baru ke dalam apa itu berpikir
dan merasa sebagai manusia. Konselor merupakan sanksi sosial penyembuh dan
dengan demikian dapat memiliki peran dalam memahami dampak bahwa masyarakat
teknologi n. Karena manusia ingin menerapkan antropomorfisme untuk mesin, kita
harus berhati-hati di masa depan tidak melakukan sebaliknya dan menerapkan
mechanomorphism untuk klien dan siswa (Caporael, 1986) kami. Mungkin tantangan
terbesar bagi profesi kita di masa depan tidak hanya untuk mengeksploitasi
manfaat dari hubungan komputer-konseling, tetapi juga untuk mengadvokasi
penggunaan teknologi komputer oleh masyarakat secara keseluruhan dengan cara
yang melindungi–dari pada mengurangi - kebebasan manusia dan martabat.
Senin, 23 Maret 2015
Menjadi Penulis Buku Profesional Pedoman dan Aplikasi Karya Tulis Ilmiah
Menjadi Penulis Buku Profesional Pedoman dan Aplikasi Karya Tulis Ilmiah
PENDAHULUAN
Buku
Menjadi Penulis Buku Profesional Pedoman dan Aplikasi Karya Tulis Ilmiah karangan Zainal Aqib ini terdiri atas 3 (tiga) bab yang
menjelaskan tentang bagaimana cara
menjadi penulis buku yang profesional. Penulis menjelaskan secara detail (rinci) mengenai latar belakang buku, penulis dan menulis karya ilmiah. Buku ini merupakan pedoman dan aplikasi dari karya
tulis ilmiah, sehingga bisa dijadikan referensi bagi rekan guru, dosen,
mahasiswa, dan masyarakat umum yang peduli terhadap dunia pendidikan.
Pedoman-pedoman yang
menjadi titik tolak strategi dalam
menjadi penulis buku profesional dijabarkan satu persatu dalam tiap bab buku ini. Pedoman tersebut antara lain
strategi terampil menulis, strategi promosi buku. Selain itu, pada bab
terakhir dijelaskan suatu paradigma baru yaitu
karya ilmiah pengembangan profesi guru. Sehingga secara keseluruhan tampak bahwa isi dari buku
ini benar-benar memberikan gambaran tentang bagaimana cara menjadi penulis yang baik.
ISI BAB I
“BUKU”
A. Sejarah
Perkembangan Buku
1. Buku Kuno
Ketika itu, buku kuno masih belum berupa
tulisan yang tercetak di atas kertas modern seperti sekarang ini, melainkan
tulisan-tulisan di atas keping-keping batu (prasasti).
2. Buku di Era Modern
Di era modern sekarang ini perkembangan
teknologi semakin canggih.
3. Buku Masa Depan
4. Buku yang Mudah Dibaca
5. Buku Komik
6. Buku Audio
7. Buku Vidio
8. Buku Komputer
9. Buku Net
B. Industri Buku
Kita mengenal lima komponen utama di
dalam industri buku: 1) Pengarang; 2) Penerbit; 3) Percetakan; 4) Pedagang
Buku; 5) Perpustakaan; 6) Buku dan Pembacanya.
C. Anatomi Buku
Anatomi buku terbagi dalam tujuh bagian,
yaitu: 1) Halaman Pendahuluan; 2) Halaman Teks Isi; 3) Halaman Penyuduh; 4)
Penomoran Halaman; 5) Judul Lelar; 6) Sampul dan Jaket; 7) Fisik Buku (Anatomi
Buku:2007).
D. Penomoran Standar Buku Internasional ISBN (International Standard Book Numbering)
Cara bekerjanya ISBN, sesuatu ISBN
selalu terdiri dari 10 angka. Ke-10 angka ini selalu dikelompokan dalam 4
bagian. Pada waktu percetakannya, ke-4 bagian ini haruslah terpisahkan dengan
spasi sekitarnya. Sebab, tiap bagian itu mempunyai fungsinya sendiri-sendiri.
a) Indikator Kelompok (Group Identifer);
b) Indikator Penerbit (Publisher Prefix);
c) Nomor Judul (Title Number); d)
Angka Pengontrol.
E. Buku: Budaya
Baca dan Tulis
1. Budaya Baca
2. Budaya Nulis bagi Guru/Non guru
3. Manfaat Menulis Buku
4. Faktor yang Menghambat
5. Inspirasi Penggugah
F. BSE (Buku Sekolah Elektronik)
Ide BSE sebetulnya muncul pada awal masa
bakti Mendiknas Bambang Sudibyo. Untuk mewujudkan BSE, Depdiknas telah membeli
hak cipta buku sebanyak 420 judul buku mulai dari SD sampai SMA/SMK.
ISI BAB II
“PENULIS”
A. Strategi
Terampil Menulis
Kunci bisa terampil menulis atau
merangkai kata memang terletak pada kontinuitas latihan (sehari-hari). Berikut ini adalah tujuh strategi agar terampil
menulis. 1) Hobi membaca buku; 2) Membaca alam; 3) Mempunyai buku harian; 4)
Suka korespondensi; 5) Mencintai bahasa; 6) Hobi meneliti; 7) Suka diskusi.
B. Menggali Ide
Pada dasarnya unsur-unsur yang menjadi
ukuran kelayakan ide untuk bahan materi penulisan mempunyai nilai untuk dimuat
di media masa. Unsur-unsur yang dimaksud adalah sebagai berikut. 1)
Significance (penting); 2) Magnitude
(besar); 3) Timelines (aspek waktu); 4) Prominence (tenar).
C. Menulis Buku
Berkualitas (Best Seller)
Naskah buku yang berkualitas adalah
dambaan setiap penerbit. Ada dua hal yang harus diperhatikan menyangkut naskah
yang berkualitas. 1) Bahasa buku; 2) Mengemas “daya pikat”.
Sofia Mansoor dan Niksolim sebagaimana
dikutip Abu Al-Ghifari: (2002: 57) menyebutkan beberapa pertanyaan yang harus
dijawab oleh sebuah penerbitan buku. a) Keperluan; b) Sasaran Pembaca; c)
Jumlah Pembaca; d) Isi Naskah; e) Saingan; f) Penyajian; g) Kemuktahiran; h)
Hak Cipta; i) Kelayakan Terbit.
Menurut Abu Al-Ghifari, pertanyaan-pertanyaan
diatas juga layak menjadi peganggan penulis. Seorang penulis yang mampu
menyelami nurani massa akan mampu menulis buku yang bukan hanya berkualitas
melankan juga disukai khalayak pembaca.
D. Harga Sebuah
Karya Tulis
Umunya penerbit menggunakan sistem
royalti dalam menghargai karya seseorang penulis buku. Masing-masing penerbit
mempunyai policy atau kebijakan masing-masing. Namun umunya besarnya royalti
itu 10% dari harga jual eceran (bruto)
per bukunya. Ada pula penerbit mematok 15%, tapi dihitung dengan harga bersih (netto) per bukunya.
E. Strategi
Promosi Buku
Menyebar Siaran Pers. Ini merupakan
langkah termudah dan termurah yang bisa dilakukan oleh penulis maupun penerbit.
Hal-hal yang harus tercantum dalam siaran pers itu adalah sekilas tentang
penulis dan penerbit, kelebihan-kelebihan buku, endorsement atau kutipan
pengantar tokoh bila ada, kapan buku beredar dan wilayah edarnya, serta
informasi pendukung lainnya yang eperlu diketahui publik.
F. Membaca
Adalah Kunci Utama Menjadi Penulis
Dengan membaca, kita akan mendapatkan
banyak informasi dan pengetahuan. Untuk mempermudahkan Anda dalam membaca buku,
Dave Maier dalam bukunya The Accelerated Learning Handbook, menyajikan tip-tip
menarik. Maier menamai tip-tipnya ini dengan “Metode Belajar Gaya SAVI”. SAVI
singkatan dari Somatis (bersifat
raga/tubuh), Auditori (bunyi),
Visual (gambar), dan Intelektual (merenungkan).
ISI BAB III
“MENULIS KARYA ILMIAH”
A. Pengertian
Karya Ilmiah
Karya ilmiah adalah karya tulis atau
bentuk lainnya yang telah diakui dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi atau
seni yang ditulis atau dikerjakan sesuai dengan tata cara ilmiah, dan mengikuti
pedoman atau konvensi ilmiah yang telah disepakati atau ditetapkan.
Sebuah tulisan dapat disebut karangan ilmiah
apabila mengandung unsur-unsur sebagai berikut.
1. Didasarkan fakta dan data, bukan khayalan atau
pendapat pribadi.
2. Disajikan secara objektif atau apa adanya.
3. Menggunakan
bahasa yang lugas dan jelas, serta menghindari makna yang sifatnya konotatif
atau ambisi (ganda).
Adapun langkah-langkah penulisan karya
ilmiah adalah sebagai berikut.
1. Menentukan tema atau masalah yang akan dibahas.
2. Menentukan tujuan pembahasan.
3. Mengumpulkan bahan.
4. Membuat kerangka tulisan.
5. Membuat
kerangka tulisan dan menyusun tulisan atau mengembangkan kerangka menjadi
sebuah tulisan yang utuh dan lengkap.
B. Unsur-unsur
Karya Ilmiah
Untuk memperoleh gambaran yang lebih
jelas tentang unsur-unsur karya ilmiah, berikut ini diuraikan isi yang
terkandung dalam masing-masing unsur tersebut. 1) Halaman Judul; 2) Lembar
Persetujuan Tim Pembimbing; 3) Abstrak; 4) Kata Pengantar; 5) Daftar Isi; 6)
Daftar Tabel; 7) Daftar Gambar; 8) Daftar Lampiran; 9) Bab I Pendahuluan; 10)
Latar Belakang Masalah; 11) Rumusan Masalah; 12) Tujuan Penelitian; 13)
Hipotesis Penelitian; 14) Kegunaan Penelitian; 15) Asumsi Penelitian; 16)
Definisi Istilah/Operasional; 17) Bab II Kajian Pustaka; 18) Bab III Metode
Penelitian; 19) Rancangan Penelitian; 20) Populasi dan Sampel; 21) Instrumen
Penelitian; 22) Pengumpulan Data; 23) Analisis Data; 24) Pembahasan Hasil
Penelitian; 25) Bab IV Penutup; 26) Daftar Pustaka dan Daftar Rujukan; 27)
Lampiran-lampiran; 28) Riwayat Hidup.
C. Cara
Penulisan Daftar Pustaka
Daftar pustaka adalah daftar yang berisi
judul buku, artikel, dan bahan penerbitan lainnya yang mempunyai pertalian
dengan sebuah atau sebagian karangan. Adapun cara penulisan daftar pustaka
adalah dengan urutan sebagai berikut. 1) Menuliskan nama pengarang. Nama
pengarang ditulis dengan cara membalikan unsur-unsur namanya. Unsur nama
belakang diletakan di depan diikuti koma, kemudian unsur nama depan diletakan
di akhir, kemudian diikuti oleh titik; 2) Tahun terbit diikuti oleh titik; 3)
Judul buku digaris bawah atau dicetak miring diikuti tanda titik; 4) Kota
terbit diikuti tanda titik dua; 5) Nama penerbit, diakhiri titik.
D. Cara
Penulisan Catatan Kaki
Catatan kaki atau footnote dibuat untuk
menunjukan sumber suatu kutipan, catatan penjelas, pendapat, fakta atau
ikhtisar. Dalam catatan kaki lazim digunakan tiga singkatan, yaitu:
1. Ibid berarti ibide, yang berarti pada tempat yang
sama.
2. Op. cit. Singkatan dari Opera Citato yang berarti
pada karya yang telah dikutip.
3. Loc. cit. Singkatan dari Loco Citato yang berarti
pada tempat yang telah dikutip.
E. Jenis Karya
Ilmiah (Tulisan Ilmiah)
Tulisan ilmiah dapat dibagi atas i)
Paper; ii) Makalah; iii) Modul; iv) Diktat; v) Skripsi; vi) Tesis; vii)
Disertasi; viii) Buku; ix) Laporan Penelitian. Di samping itu, ada pula kritik,
timbangan buku, dan tulisan ilmiah popular.
F. Jenis
Penelitian Ilmiah
Menurut Aminul Amin, ada beberapa jenis
penelitian dalam penyusunan karya ilmiah berikut ini. 1) Ditinjau dari tujuan
dasarnya; 2) Ditinjau dari tempat pelaksanaan penelitian; 3) Ditinjau dari
tujuan umumnya; 4) Ditinjau dari sifat-sifat masalahnya; 5) Ditinjau dari ruang
lingkup pengujinya.
G. Karya Ilmiah
Pengembangan Profesi Guru
Berikut ini dijelaskan empat unsur
pengembangan profesi yang mempunyai nilai kredit bagi kenaikan jabatan
fungsional guru dan tenaga kependidikan lainnya. 1) Membuat karya tulis atau
karya ilmiah di bidang pendidikan; 2) Menemukan teknologi tapet guna; 3)
Membuat alat pelajaran atau alat peraga; 3) Menciptakan karya seni.
KOMENTAR
A. Kelebihan Buku Menjadi Penulis Buku
Profesional Pedoman dan Aplikasi Karya
Tulis Ilmiah karangan Zainal Aqib antara lain:
1. Bahasa yang digunakan mudah dimengerti dan dipahami.
2. Materi yang diuraikan sangat detail dan jelas.
3. Pada setiap bab
di jelaskan secara rinci dan memberikan gambaran tentang bagaimana menjadi
penulis buku profesional.
B. Kekurangan Buku Menjadi Penulis Buku Profesional Pedoman dan Aplikasi Karya Tulis Ilmiah karangan Zainal Aqib antara lain:
1. Pada bab I
tentang sejarah buku cakupan
uraiannya sangat luas sehingga tidak fokus pada
pembahasan tentang buku. Tidak muncul
penjelasan tentang asal mula buku.
KESIMPULAN
Dari uraian dalam Buku Menjadi Penulis Buku Profesional Pedoman dan Aplikasi Karya Tulis Ilmiah karangan Zainal Aqib, dapat
disimpulkan antara lain:
1. BAB I BUKU
terdiri dari: a) Sejarah Perkembangan Buku; b) Industri Buku; c) Anatomi Buku;
d) Penomoran Standard Buku Internasional ISBN (International Standard Book Numbering); e) Buku: Budaya Baca dan
Tulis; f) BSE (Buku Sekolah Elektronik).
2. BAB II
PENULIS terdiri dari: a) Strategi Terampil Menulis; b) Menggali Ide (Memilih Bahan); c) Menulis Buku
Berkualitas (Best Seller); d) Harga
Sebuah Karya Tulis; e) Strategi Promosi Buku; f) Membaca Adalah Kunci Utama
Menjadi Penulis.
3. BAB III MENULIS
KARYA ILMIAH terdiri dari: a) Pengertian Karya Ilmiah; b) Unsur-unsur Karya
Ilmiah; c) Cara Penulisan Daftar Pustaka; d) Cara Penulisan Catatan Kaki; e)
Jenis Karya Ilmiah (Tulisan Ilmiah);
f) Jenis Penelitian Ilmiah; g) Karya Ilmiah Pengembangan Profesi Guru.
Referensi:
Judul Buku : Menjadi
Penulis Buku Profesional
Pedoman
dan Aplikasi Karya Tulis Ilmiah
Pengarang : Zainal
Aqib
Penerbit :
CV. Yrama Widya
Tebal Buku :
vi + 122 Halaman
Langganan:
Postingan (Atom)