Rabu, 25 Maret 2015

Kesehatan Mental Dalam Lingkungan Keluarga

MATERI X BAB XII
KESEHATAN MENTAL DALAM LINGKUNGAN KELUARGA

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan Mental
Dosen Pengampu: Siti Utari, Dra., M.Kes


Disusun oleh kelompok X :
Kelas : BK A-3 / 2011

1.              Imam Fahli                            (115000103)
2.              Iltizamah                                (115000116)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA
2015


KATA PENGANTAR

Kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua. Sehingga makalah ini telah dapat kami susun dalam rangka mengikuti mata kuliah “Kesehatan Mental”.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, nabi yang telah diutus untuk membawa rahmat kasih sayang bagi semesta alam dan sebagai penerang jalan manusia dari alam jahiliyah menuju alam yang diterangi oleh ilmu pengetahuan.
Kelompok kami menyadari sepenuhnya, tanpa bantuan dan partisipasi dari semua pihak, baik moril maupun materil, kelompok ini tidak mungkin dapat menyelesaikan dengan baik. Karena itu, sudah sepatutnya kami sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu “Siti Utari, Dra., M.Kes”. Yang telah membimbing kami.
Kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Dan dengan segala kerendahan hati kami mengharap adanya kritik dan saran supaya menjadikan kami lebih instropeksi diri lagi dan supaya kedepan kami dapat membuat makalah yang lebih baik lagi.

Surabaya,   Maret 2015


Penyusun


BAB XII
KESEHATAN MENTAL DALAM LINGKUNGAN KELUARGA

1. Pengaruh kebiasaan, sikap hidup, dan filsafat hidup keluarga.
2. Struktur masyarakat kaya miskin dan ketidaksehatan mental.
3. Ayah ibu yang abnormal dan dampak negatifnya.
4. Peranan keluarga dalam memupuk kesehatan mental.


PENDAHULUAN
Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan fundasi primer bagi perkembangan anak, juga memberikan pengaruh yang menentukan bagi pembentukan watak dan kepribadian anak, yaitu memberikan stempel yang tidak bisa dihapuskan bagi kepribadian anak. Maka baik-buruknya keluarga ini memberikan dampak yang positif atau negatif pada pertumbuhan anak menuju kepada kedewasaannya.

1. PENGARUH KEBIASAAN, SIKAP HIDUP, DAN FILSAFAT HIDUP KELUARGA.
Pola tingkah laku, fikiran, dan sugesti ayah ibu dapat mencetak pola yang hampir sama pada anggota-anggota keluarga lainnya. Oleh karena itu tradisi, kebiasaan sehari-hari, sikap hidup, cara berfikir, dan filsafat hidup keluarga itu sangat besar sekali pengaruhnya dalam proses membentuk tingkah laku dan sikap anggota keluarga, terutama anak-anak. Sebab tingkah laku orang tua itu mudah sekali menular kepada anak-anak puber dan adolesens yang jiwanya belum stabil, dan tengah mengalami banyak gejolak batin.
Kualitas rumah tangga atau kehidupan keluarga, jelas memainkan peranan penting sekali dalam membentuk kepribadian anak menuju pada keseimbangan batin dan kesehatan mental atau justru membuat mental anak-anak yang masih muda in jadi tidak waras.
Sebabnya ialah antara lain sebagai berikut:
1) Karena ayah dan ibu masing-masinng terlalu pusing mengurusi permasalahan dan konflik-konflik sendiri yang berlarut-larut, maka anak-anak kurang terurus, tidak mendapatkan perhatian (pengabaian edukatif).
2) Kebutuhan fisik maupun kebutuhan psikis anak-anak menjadi tidak terpenuhi. Mereka menjadi sangat kecewa dan merasa diabaikan (ada pengabaian psikofisik).
3) Anak-anak tidak pernah mendapatkan latihan fisik dan mental yang sangat diperlukan bagi hidup susila/etis, tidak mengenal tanggung jawab dan disiplin (pengabaian moril).
Sebagai akibat dari ketiga jenis pengabaian tersebut diatas, anak sering menjadi risau, bingung, merasa tersudut atau ditinggalkan. Di kemudian hari anak-anak ini mencari kompensasi bagi kerisauan hatinya itu di luar lingkungan keluarga. Lalu masuk satu gang immoril atau kumpulan anak-anak kriminil, dan menderita macam-macam gangguan mental.
Anak-anak yang kurang mendapatkan perhatian dan kasih-sayang dari orang tua itu selalu merasa tidak aman, dan merasa kehilangan tempat berpijak atau tempat berlindung. Di kemudian hari mereka akan mengembangkan reaksi kompensatoris berbentuk dendam dan sikap bermusuh terhadap dunia luar. Anak-anak ini mulai “menghilang” dari rumah, lebih suka bergentayangan di luar lingkungan keluarga sendiri.
Anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang sedikit sekali atau tanpa mendapatkan supervisi/pengawasan dan latihan disiplin yang teratur, jelas tidak akan sanggup menginternalisasikan dalam pribadi sendiri norma-norma hidup moral dan susila. Bahkan banyak dari mereka menjadi kebal terhadap nilai kesusilaan (jadi a-susila atau immoril), sebaliknya mereka menjadi lebih peka terhadap pengaruh-pengaruh jahat dari luar. Sehingga untuk selama-lamanya anak-anak muda dan orang dewasa macam itu tidak akan pernah mampu mengembangkan disiplin diri dan pengendalian diri.

2. STRUKTUR MASYARAKAT KAYA MISKIN DAN KETIDAKSEHATAN MENTAL.
Di kota-kota besar terdapat perbedaan distribusi ekonomis dan distribusi ekologis dari orang-orang yang besar dari klas-klas sosial yang berbeda-beda. Secara otomatis dalam masyarakat tersebut terdapat banyak kesenjangan antara golongan kaya dengan golongan miskin. Tidak semua kelompok sosial dalam situasi sedemikian mendapatkan kesempatan yang sama untuk menapak jalan masuk menuju ke arah kekuasaan-kekayaan dan privilige-privilige ke enakan hidup sehari-hari.
Anak-anak yang neurotik (sering kali juga delinkuen dan neurotik sekaligus) banyak yang berasal dari keluarga klas menengah dengan tingkat ekonomi menengah dan tinggi , mereka ada di tengah lingkungan familial yang konvensional dan cukup baik secara sosial-ekonomis. Dalam suasana keluarga yang makmur dan sejahtera itu biasanya mereka hidup bermanja-manja dan bersantai-santai. Namun pada umunya keluarga mereka mengalami konflik-konflik hebat, juga dalam keadaan krisis dan frustasi berat. Oleh kondisi keluarga yang berantakan itu, anak-anak mudanya ada yang menggunakan obat-obat peransang dan minum-minuman keras. Sebabnya adalah sebagai berikut:
Pertama, kebiasaan tersebut dipakai untuk “menghilangkan kejemuan dan kejenuhan” dalam iklim sejahtera yang serba kosong yaitu hampa secara jiwani.
Kedua, untuk melupakan dan menghilangkan macam-macam konflik batin sendiri.
Ketiga, untuk memberikan kegairahan serta “keberanian hidup” yang semu.
Kebiasaan-kebiasaan buruk tadi di samping memunculkan ketidaksehatan mental, pasti juga memunculkan kebiasaan-kebiasaan delinkuen. Jadi mereka itu delinkuen sekaligus juga neorotik.
Tingkah laku para remaja yang neurotik dan delinkuen itu jelas merupakan ekspresi dari konflik-konflik batin sendiri yang belum terselesaikan. Maka perilaku tersebut dijadikan alat pelepas bagi rasa-rasa ketakutan, kecemasan, kekecewaan. Terlebih-lebih oleh mereka yang memiliki ego yang lemah karena perubahan tingkah laku mereka itu berlangsung atas dasar konflik-konflik jiwani yang serius atau mendalam sekali, maka pada umumnya mereka akan terus mengembangkan tingkah laku yang delinkuen-neurotik itu sampai usia dewasa dan usia tua.
Selanjutnya, anak-anak psikopatik – yang kemudian hari berkembang menjadi remaja dan orang dewasa delinkuen psikopatik – itu biasanya berasal dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang ekstrim, brutal, sadis, diliputi banyak perkelahian antar anggota keluarga, berdisiplin keras-kejam tetapi tidak konsisten, dan yang selalu menyia-nyiakan anak-anaknya. Dalam lingkungan sedemikian anak-anak tidak pernah merasakan kehangatan, kasih sayang. Sebagai akibatnya, anak-anak tadi untuk selama-lamanya tidak mampu menumbuhkan kapasitas afeksi. Kehidupan perasaannya menjadi tumpul atau mati sama sekali, sehingga mereka tidak mungkin bisa menjalin relasi emosional serta personal yang akrab dan baik dengan orang-orang lain.

3. AYAH IBU YANG ABNORMAL DAN DAMPAK NEGATIFNYA.
Pola tingkha laku ayah-ibu (atau salah seorang anggota keluarga) itu mudah menular kepada segenap anggota keluarga. Karena itu kebiasaan, cara hidup, cara berfikir, dan filsafat hidup keluarga itu besar sekali pengaruhnya dalam membentuk perilaku dan sikap setiap anggota keluarga.
Maka kualitas rumah tangga dengan pola kehidupannya itu jelas memberikan stempel-pembentuk pada kepribadian anak-anak. Demikian pula semua jenis konflik familial dan ketegangan/krisis keluarga pada umunya mengakibatkan bentuk ketidakimbangan dalam kehidupan psikis anak-anak, serta memunculkan macam-macam gangguan mental.
Selanjutnya, pola keluarga yang patalogis juga membuahkan macam-macam masalah psikologis, serta konflik terbuka dan tertutup pada pribadi anak-anaknya, dan jelas menjadi penyebab utama timbulnya kasus kejahatan remaja. Dengan begitu kericuhan batin dan penyimpangan tingkah laku anak-anak itu merupakan pencerminan dari gaya hidup yang typis dari satu keluarga yang “SAKIT” secara sosial dan tengah berantakan.
Maka situasi dan kondisi lingkungan awal kehidupan anak, yaitu KELUARGA (orang tua dan kerabat dekat), jelas mempengaruhi pembentukan karakter, kebiasaan dan sikap hidup anak-anaknya. Dengan begitu, kualitas delinkuensi atau keseriusan penyakit-penyakit mental/jiwa yang disandang oleh anak-anak dan para remaja itu merupakan produk langsung dari kebiasaan keluarga yang buruk.
Sebagai akibat dari kebiasaan keluarga yang buruk tadi, anak-anak lalu menolak norma dan konvensi pergaulan hidup yang umum/normal, dan sebaliknya lalu mengembangkan sikap pelarian diri yang tidak normal yaitu menjadi sakit secara psikis (neorotis, psikotis, psikopatis), atau mengembangkan pola-pola kriminal.
Struktur keluarga anak-anak bermasalah – neorotis. Psikotis, psikopatis, kriminil, immoril, dan lain-lain – pada umumnya menunjukan kelemahan atau cacat dari pihak IBU, antara lain sebagai berikut:
1) Ibu tersebut tidak menyadari fungsi kewanitaan dan keibuannya.
2) Kehidupan perasaan ibu-ibu tadi tidak mantap, labil, tidak konsisten.
3) Ibu-ibu yang sering melakukan perbuatan kriminal, dan atau melakukan tindak asusila menjadi WTS.
4) Ibu-ibu yang neorotik dan menderita penyimpangan psikis lainnya.
Selanjutnya beberapa cacat di pihak AYAH yang mengakibatkan anak-anaknya menjadi delinkuen dan atau menderita gangguan mental, dapat kita tuliskan di bawah ini:
1) Ayah-ayah yang menolak, meremehkan, memperhina anak-anaknya terutama anak laki-laki.
2) Ayah-ayah yang kejam, sewenang-wenang, bersikap sadis terhadap anak-anaknya.
3) Mereka yang pada umumnya alkoholik dan egositis, serta mempunyai “prestasi” kriminalitas.
4) Ayah-ayah yang menderita satu atau beberapa gangguan jiwa atau defek mental, sehingga tidak mampu melaksanakan fungsi keayahannya.
5) Ayah-ayah yang suka berpoligami, berulang kali kawin-cerai, suka main perempuan, pada umunya mengakibatkan pecahnya struktur keluarga, di samping membuat anak-anak – terutama anak laki-lakinya – menjadi sangat agresif, kriminil, atau terganggu mentalnya.

4. PERANAN KELUARGA DALAM MEMUPUK KESEHATAN MENTAL.
Dapat kita pahami sekarang, bahwa faktor sosial paling utama yang memberikan pengaruh predisposisional baik atau buruk ialah KELUARGA. Selanjutnya, keluarga yang memberikan pengaruh predisposisional psikotis (bisa berkembang menjadi gila) kepada anak-anak, para remaja dan orang-orang muda, memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a) Keluarga dengan ayah-ibu yang tidak mampu berfungsi sebagai pendidik, yang defisien sebagai pendidik. Anak-anak akan terganggu kondisi kejiwaannya dan tidak hygienis mentalnya, disebabkan oleh banyaknya kekisruhan dan krisis-krisis yang dialami oleh orang tua. Karena itu anak-anak tadi tidak bisa menjadi dewasa secara psikis, dan tidak bisa mandiri dalam kedewasaannya.
b) Tidak berfungsinya keluarga sebagai lembaga psikososial. Orang tua tidak sanggup mengintegrasikan anak-anak dalam kebutuhan keluarga. Masing-masing bercerai berai. Anak-anak tidak bisa menyalurkan implus-implus kekanakannya lewat kenal-penyalur yang wajar, atau menurut jalan-jalan formal yang susila serta penuh kasih-sayang. Keluarga juga tidak mampu memberikan peranan sosial dan status sosial kepada anak-anak, sehingga hal ini memusnahkan martabat dan harga-diri anak, mereka merasa sangat kecewa atau putus asa.
Karena itu defisiensi/kerusakan dalam struktur keluarga selalu akan memprodusir banyak gangguan psikis pada anak-anak yaitu berupa tidak adanya integrasi dari fungsi-fungsi psikis dan kemunculan disintegrasi paa ego-fungsi anak/orang muda, yang pada akhirnya menjadi neorotik dan psikotik.
Di bawah ini dituliskan pula bentuk keluarga yang biasanya memprodusir anak-anak yang mentalnya sakit atau neurotik (terganggu syarafnya) yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Keluarga yang menuntut kepatuhan total anak
Keluarga amau menerima dan menyayang anak, asal anak tunduk mutlak pada perintah-perintah orang tua, dan menjauhi larangan-larangan tertentu. Karena ada larangan dan tekanan-tekanan orang tua, anak mengembangkan mekanisme pelarian diri guna mengalahkan implus-implus dan keinginan sendiri.
Oleh kondisi tersebut di atas, lama-kelamaan jiwa anak menjadi terganggu dan sakit atau anak menjadi neurotik.
2) Dominasi dan ke kuasaan mutlak serta otoriter orang tua menimbulkan agresi pada diri anak.
Karena dominasi yang dipaksa-paksakan, anak tidak pernah mampu menemukan jalan hidupnya sendiri. Karena itu, gangguan-gangguan psikis pada diri anak-anak pada intinya merupakan perpanjangan dari gangguan-gangguan psikis, ilusi-ilusi, delusi-delusi an simptom patalogis orang tuanya.
Maka pengaruh-pengaruh orang tua yang psikotis sifatnya, akan membuat anak-anaknya menjadi gila. Dan pengaruh orang tua yang neurotis akan membuat anak-anak menjadi neurotis pula.
3) Pengaruh ayah yang bertentangan dengan pengaruh ibu
Khususnya bila mereka berbeda pendirian, prinsip, dan pandangan hidup, juga berbeda jalan hidup yang ditempuh. Bagi anak, menganut prinsip salah seorang dari kedua orang tuanya, berarti menentang pihak lainnya. Dia merasa tidak pasti dan tidak aman dalam lingkungan keluarganya, di samping tidak mampu mengembangkan reality-testingnya (karena berfikir tidak logis dan selalu memalsukan realitas lingkungan). Karena itu anak menjadi semakin neurotik
4) Pola hidup orang tua yang berantakan
Jika orang tua tidak konstan dan tidak stabil dalam emosi, fikiran, kemauan dan tingkah lakunya apabila ayah dan ibu berbeda ideal, simpati dan antipatinya, maka pada diri anak-anak pasti akan berlangsung proses identifikasi yang menjurus pada KETERBELAHAN. Munculah pribadi-pribadi terbelah (splitted personality, multiple personality) yang neurotik sifatnya.
Ringkasannya, keluarga yang memberikan pengaruh-pengaruh buruk dan membuat anak-anaknya menjadi “gila” (memberi pengaruh psikotik) itu jelas tidak melatih anak-anak belajar melakukan adaptasi di tengah masyarakat, dan tidak mengajar anak mengembangkan fungsi-egonya. Ini bukan berarti bahwa orang tua atau keluarga yang bersangkutan memang dengan sengaja melakukan semua perbuatan itu. Sebab sebenarnyalah, bahwa mereka itu sendiri adalah neurotik atau psikotik diluar pengetahuan atau diluar kesadaran mereka.
Maka perkembangan jiwa yang sehat itu hanya bisa berlansung apabila keluarga bisa menyajikan kondisi sebagai berikut:
1) Keluarga bisa menuntun anak untuk bertanggungjawab dan belajar menemukan jalan hidupnya sendiri.
2) Orang tua bisa bersikap toleran terhadap implus-implus dan emosi-emosi anak-anaknya, dan bisa memberikan bimbingan penyalurannya dengan cara yang sehat.
3) Adanya identifikasi anak yang sehat terhadap orang tua, guna memperkuat kepribadian anak.
4) Orang tua mampu membimbing anak menentukan sikap sendiri, membuat rencana hidup yang realitas, dan memilih tujuan finalnya sendiri.
5) Orang tua memberikan contoh sikap hidup dan perilaku yang baik. Berani menghadapi semua kesulitan dan tantangan dengan tekad yang besar, dan menyingkiru mekanisme pelarian diri sert pembelaan diri yang negatif (yang tidak sehat).
Selanjutnya orang-orang dewasa yang:
1) Semasa kanak-kanaknya tidak pernah belajar mengendalikan dan menguasai implus serta emosi-emosinya dengan baik, dan menyalurkannya dengan cara yang wajar.
2) Mereka yang tidak mampu mengembangkan reality testing
3) Mereka yang tidak mempunyai identitas sendiri dan selalu terombang-ambing oleh macam-macam keraguan
4) Mereka yang tidak memiliki kepribadian yang terintegrasi dengan baik, orang-orang sedemikian tadi akan dengan mudah mengalami proses gangguan-gangguan mental oleh cobaan-cobaan hidup yang biasa-biasa saja.
Mereka ini mudah menjadi rapuh, gampang mengalami kepatahan mental, dan cepat menjadi neurotik. Sebabnya ialah: lemahnya fungsi-Ego mereka.
Pada akhirnya, semasa perkembangan dan dalam usaha menegakan posisi diri (di tengah masyarakat luas), orang pasti akan terhindar dari kepedihan, duka, sakit, dan trauma-trauma psikis lainnya. Maka hal yang penting bagi kita semua ialah orang harus berani dan tabah memikul semua cobaan hidup.
Anak muda yang tengah tumbuh berkembang itu akan pernah mencapai taraf kedewasaan, tanpa menemui rintangan dan kesulitan. Maka salah satu sukses dalam perjuangan individu menuju pada kedewasaan dan kematangan pribadi ialah:
- Kemampuan untuk dengan berani dan tabah
- Memikul duka-derita guna mencapai tujuan hidup
- Dalam kondisi jiwa dan raga yang sehat

DAFTAR PUSTAKA


Kartono, Kartini. 2000. Hygiene Mental. Bandung: Mandar Maju.

Teknologi Informasi Dalam Bimbingan dan Konseling

Konteks Sejarah: Hubungan Teknologi Komputer dan Konseling

Komputer tidak baru. Mereka telah ada selama lebih dari setengah abad ENIAC, mesin besar yang digunakan tabung vakum, diciptakan pada tahun 1946 (Fargis & Bykofsky, 1989). Hubungan antara komputer dan konseling bukanlah hal yang baru, baik, dan telah ada selama beberapa dekade. Namun, dampak dan fokus teknologi komputer konseling, dan lebih luas pengertian psikoterapi, telah berubah dari waktu ke waktu. Seperti kita berharap sebagai profesi untuk masa depan hubungan komputer-konseling, mungkin melayani kita untuk pertama sebentar melihat ke belakang. Kenangan ini akan membantu kita menyesuaikan diri kita sendiri sebelum melihat ke masa depan dengan banyak kemungkinan nya. Ini juga akan membantu kita untuk mengingat bahwa sebagai konselor kita memiliki peran unik dalam masyarakat: untuk mengadvokasi teknologi yang meningkatkan daripada menurunkan kondisi manusia (Fromm, 1968). Ini adalah dalam konteks ini bahwa bab ini mengkaji evolusi hubungan antara komputer dan konseling - baik pengiriman perawatan konseling dan pendidikan dan pelatihan konselor masa depan.

THE 1950 DAN 1960: mainframe, MINIS, DAN KOMPUTER SEBAGAI Terapis

Komputer mainframe berada di sekitar selama tahun 1950 tapi sangat mahal dan hanya tersedia untuk sktor dan untuk universitas besar. Waktu komputasi adalah sumber daya yang langka, dan penekanannya adalah pada efisiensi penggunaan waktu komputer. Bahasa pemrograman komputer yang dirancang untuk penggunaan yang efisien dengan mesin daripada kenyamanan pengguna manusia. Keterbatasan ini membatasi pengembangan aplikasi komputer untuk konseling. Namun, selama tahun 1950-an ahli teori seperti BF Skinner dan Norman Crowder mengembangkan ide-ide tentang instruksi diprogram yang merupakan anteseden historis untuk instruksi computeraided modern dan pendidikan berbasis web jarak yang saat ini sedang digemari (Niemiec & Walberg, 1989).
Pada awal 1960-an minicomputer datang untuk menggantikan mainframe. Pada tahun 1962 Digital Equipment Corporation menghasilkan komputer mini pertama. Minicomputer memanfaatkan sirkuit terpadu yang telah ditemukan pada tahun 1959 di Texas Instruments. Mereka lebih kecil dari mainframe, lebih kuat, dan lebih terjangkau (Fargis & Bykofsky, 1989). Akses ke komputer menjadi sumber daya yang lebih banyak, dan lebih bahasa pemrograman user-friendly dikembangkan, termasuk BASIC, PASCAL, dan program khusus untuk instruksi dibantu komputer disebut PLATO dan ILLIAC. Hus itu benar-benar di tahun 1960-an bahwa hubungan antara komputer dan konseling dan psikoterapi dimulai dengan sungguh-sungguh.

Terapi Konseling

Upaya awal mengintegrasikan komputer dengan psikoterapi bertujuan untuk menghasilkan program komputer yang bisa meniru seorang terapis manusia. Salah satu contoh adalah ELIZA program awal yang terkenal dikembangkan oleh Joseph Wizenbaum pada tahun 1966 yang memungkinkan orang untuk berbicara dengan itu mereka bisa dengan konselor nyata dalam terapi (O'Dell & Dickson, 1984). Program ini didasarkan pada kualitas reflektif Terapi Centered Orang dipromosikan oleh Carl Rogers, dan masih tersedia saat ini di World Wide Web (www-ai.ijs.si/eliza-cgi-bin/eliza_script). Contoh lainnya, yang dikembangkan oleh Colby, Watt, dan Gilbert (1966), di cenderung untuk melakukan dialog terapi weith pengguna. Teori diwujudkan dalam program ini adalah bahwa dari psikoanalitik associalition gratis. Kedua contoh program yang memiliki beberapa kelemahan. Salah satu yang paling penting dari ini adalah ketidakmampuan komputer untuk memproses "bahasa alami". Komputer memiliki waktu sulit memahami apa yang orang berarti ketika mereka menggunakan bahasa sehari-hari yang seperti "Penonton memberikan musisi tangan". Dalam hal ini, komputer harus tahu bahwa dalam konteks pertunjukan musik memberikan tangan tidak harfiah berarti embel manusia melainkan tepuk tangan (Sharf, 1985). Setelah upaya-upaya awal untuk mengembangkan terapis komputer, para peneliti menyimpulkan bahwa komputer memiliki keterbatasan serius dan sebagai alat untuk memberikan terapi, bisa mungkin tidak menggantikan konselor dalam waktu dekat.

KOMPUTER-AIDED INSTRUCTION (CAI)

Selain kepentingan dalam menggunakan komputer untuk intervensi konseling, ada minat yang berkembang dalam menggunakan komputer untuk memberikan pendidikan dan pelatihan. International Business Machines Corporation (IBM) berpengaruh dalam perkembangan awal CAI dan oleh 1959 telah mengembangkan program pertama untuk mengajar matematika. Pada tahun 1963, bekerja sama dengan Stanford universitas, IBM merilis KURSUS WRITER, bahasa pemrograman pertama untuk CAI, lengkap dengan seluruh kurikulum SD (Niemiec & Walberg, 1989). Pemimpin lain dalam pengembangan CAI adalah Computer Education Research Laboratory (CERL), yang bekerja sama dengan Control Cata Data Corporation untuk mengembangkan PLATO (Programmed Logis untuk Automatic Pengajaran Operasi). PLATO menjadi program pembelajaran yang paling banyak digunakan baik di Amerika Serikat dan Eropa terutama diarahkan pada instruksi tingkat perguruan tinggi (Niemiec & Walberg, 1989). PLATO signifikan terhadap hubungan komputer-konseling karena mewakili perkembangan bahasa pemrograman seorang programmer dengan memungkinkan ahli dari berbagai disiplin untuk menempatkan isi kursus mereka ke komputer tanpa perlu ahli untuk pemrograman.

THE 1970 DAN 1980: mikrokomputer UNTUK SEMUA ORANG (APA YANG BISA SAYA LAKUKAN DENGAN IT?)

Teknologi komputer mengambil langkah raksasa ke depan dalam tahun 1970-an dan 1980-an dengan munculnya mikrokomputer. Meskipun prediksi kantor paperless telah terjadi, mikro telah berubah masyarakat, bergerak kita dari era revolusi industri menuju era informasi. Daya komputasi meningkat terus dari mikro pertama pada tahun 1973 sepanjang tahun 1980 dan 1990-an dengan pengurangan bersamaan dalam s biaya. Selama tahun 1970-an dan 1980-an akses komputer menjadi sumber daya yang relatif berlimpah di Amerika Serikat, dengan banyak sekolah dan perpustakaan umum dilengkapi dengan komputer. Meskipun konselor pertama kali diprediksi akan tahan terhadap menggunakan mikrokomputer, ini telah terbukti tidak demikian. Penggunaan komputer oleh konselor dan psikoterapis tumbuh pesat selama tahun 1980 (Kairo & Kanner, 1984), dan dengan peningkatan mereka digunakan dan apa yang dia masalah etika yang timbul dari mereka menggunakan (Engels, Caulum & Sampson, 1984).

KONSELING INTERVENSI DAN MANAJEMEN LAYANAN

Selama tahun 1970-an dan 1980-an sebagai jumlah praktisi tumbuh, berbagai aplikasi untuk komputer dikembangkan untuk berbagai kegiatan konseling termasuk intervensi konseling, tes kepribadian, bimbingan karir, dan pengelolaan data klien untuk evaluasi program (Alpert, Pulvino & Lee, 1984 ). Konselor dan psikoterapis menyadari bahwa komputer mungkin bisa memainkan peran ajuvan terapi. Terapis mulai menggunakan komputer untuk bekerja dengan masalah perawatan klien tertentu ketika strategi pengobatan yang didefinisikan dengan baik sesuai dapat digunakan (Wagman & Kerber, 1984). Dua contoh yang terkenal. Yang pertama, sytem Plato DCS (Wagman & Kerber, 1978), menggunakan bahasa PLATO untuk sistem konseling dilema yang dapat digunakan dengan klien yang merasa "terjebak" ketika membuat keputusan antara dua konsekuensi yang merugikan. Program ini memberikan klien dengan model terstruktur untuk memecahkan dilema (Wagman & Kerber, 1984). Contoh kedua, MORTON (Selmi, Klien, Greist, jonhson & Harris, 1982), dirancang untuk menggunakan pendekatan terapi kognitif untuk bekerja dengan klien dengan depresi ringan hingga sedang. Program ini sangat pendidikan di alam dan terfokus pada mengajar klien untuk mengidentifikasi kognisi yang mendasari, yang dapat menyebabkan depresi. Kedua program menunjukkan kemanjuran menggunakan komputer sebagai tambahan untuk konselor ketika tugas komputer didefinisikan dengan baik di berbagai bidang seperti psikoterapi kognitif, permainan terapi, biofeedback dan terapi perilaku (Lawrence, 1986: Matthews, Desanti, Callahan, Koblenz-Salcov & Werden 1987 ). Program seperti ini, bagaimanapun, sti'l tidak umum digunakan oleh dokter di lapangan.

Penasihat PENDIDIKAN DAN PENGAWASAN APLIKASI

Menggunakan komputer untuk pelatihan konselor dieksplorasi selama tahun 1980, baik dari segi pengembangan program sofware baru dan investigasi ke dalam pedagogi mengajar dengan komputer (Hosie & Smith, 1984: Phillips, 1983). Pada 1984 Konselor Pendidikan dan Pengawasan mengabdikan edisi khusus untuk komputer dan pendidikan konselor. Eksplorasi dalam mengembangkan aplikasi komputer untuk pelatihan konselor termasuk orang-orang untuk akuisisi fakta, pengembangan keterampilan, pengembangan pribadi dan profesional, administrasi ujian, analisis statistik untuk penelitian dan pengawasan (Froehle, 1984: Lee & Pulvino 1988: Phillips, 1984a, 1984b: Putih , 1988).
Pada tahun 1988, Lambert menulis sebuah artikel berjudul "Komputer di Konselor Pendidikan: Empat Tahun Setelah Edisi Khusus" sebagai tindak lanjut dari 1.984 edisi khusus Konselor Pendidikan dan Pengawasan. Dia realistis mengidentifikasi berbagai kendala yang menghambat pengembangan lebih lanjut dari teknologi komputer dalam bidang cunseling. Sebagai contoh, banyak fakultas tetap terlatih dan berpengalaman dalam menggunakan komputer dan tidak menyadari manfaat potensial yang berasal dari penggunaan komputer dalam pelatihan. Selain itu, uniquenees dari beberapa program cunseling mencegah penggunaan off-the-rak sofware, dan aplikasi customiced adalah expensife atau memakan waktu untuk memproduksi. Untuk alasan ini, Lambert menyimpulkan bahwa penggunaan tersebar luas dari appications komputer untuk pelatihan konselor belum terjadi. Banyak masalah yang diidentifikasi oleh Lambert telah bertahan sampai 1990-an.

THE 1990 AND BEYOND (HEY, INI ADALAH HAL INTERNET mengesankan)

Bunga tampak memudar di komputer pada awal 1990-an, seperti yang ditunjukkan oleh penurunan artikel yang berkaitan dengan komputer dalam jurnal ilmiah. Seperti tahun 1990-an telah berkembang, namun, perubahan teknologi terjadi lagi dan menghembuskan semangat baru ke dalam hubungan komputer-konseling. Ledakan di akses Internet dan penggunaan, pertama di kalangan akademisi dan ayam dengan masyarakat umum, telah menciptakan babak baru seluruh dalam sejarah hubungan komputer-konseling, jumlah individu yang terlibat dengan komputer telah berkembang dari sebuah elit kecil ke kelompok besar. Meskipun di luar lingkup bab ini, dampak potensial dari Internet dan World Wide Web pada konseling ilustrasi singkat yang sangat besar dan waran. Hampir semua organisasi profesional utama konseling telah membentuk halaman web untuk keanggotaan mereka. ERIC / CASS telah mendirikan perpustakaan virtual dari mana teks lengkap untuk artikel dapat didownload ke komputer pribadi konselor, membuat akses ke sejumlah besar informasi lebih mudah dari sebelumnya. Terapi konseling sudah disampaikan secara on-line, dan informasi lebih banyak lagi tentang topik psikologis tersedia untuk setiap konsumen yang memiliki web browser. Banyak pertanyaan peraturan baru etika dan profesional bermunculan sejak perkembangan konseling web.

KESIMPULAN


Ther telah menjadi hubungan yang berkembang antara profesi konseling dan komputer selama empat dekade terakhir (Mruk, 1989). Namun, tidak sampai tahun 1990-an memiliki jumlah konselor dan pendidik konselor yang terlibat dengan menggunakan komputer tumbuh untuk mewakili adopsi sebenarnya teknologi dengan prefession tersebut. Komputer telah digunakan dalam cara-cara kreatif baik untuk membantu dalam mengobati klien dan untuk membantu mendidik kalangan praktisi konseling baru. Dalam melihat ke masa depan, komputer akan, dalam semua kemungkinan, terus berdampak tidak hanya pada profesi kita, tetapi juga dalam arti yang lebih luas pada budaya kita dan manusia itu identitas diri. Untuk saat ini, pac pengembangan teknologi komputer telah tampaknya melampaui kemampuan profesi kita untuk penelitian penerapannya secara memadai dan menjawab pertanyaan-pertanyaan etis penting tentang penggunaannya. Manusiawi atau memanusiakan komputer memaksa kita untuk mengambil tampilan baru apa artinya menjadi manusia, dan pada kemungkinan bahwa mesin berpikir dapat membawa kita untuk wawasan baru ke dalam apa itu berpikir dan merasa sebagai manusia. Konselor merupakan sanksi sosial penyembuh dan dengan demikian dapat memiliki peran dalam memahami dampak bahwa masyarakat teknologi n. Karena manusia ingin menerapkan antropomorfisme untuk mesin, kita harus berhati-hati di masa depan tidak melakukan sebaliknya dan menerapkan mechanomorphism untuk klien dan siswa (Caporael, 1986) kami. Mungkin tantangan terbesar bagi profesi kita di masa depan tidak hanya untuk mengeksploitasi manfaat dari hubungan komputer-konseling, tetapi juga untuk mengadvokasi penggunaan teknologi komputer oleh masyarakat secara keseluruhan dengan cara yang melindungi–dari pada mengurangi - kebebasan manusia dan martabat.

Senin, 23 Maret 2015

Menjadi Penulis Buku Profesional Pedoman dan Aplikasi Karya Tulis Ilmiah

Menjadi Penulis Buku Profesional Pedoman dan Aplikasi Karya Tulis Ilmiah


PENDAHULUAN

Buku Menjadi Penulis Buku Profesional Pedoman dan Aplikasi Karya Tulis Ilmiah karangan Zainal Aqib ini terdiri atas 3 (tiga) bab yang menjelaskan tentang bagaimana cara menjadi penulis buku yang profesional. Penulis menjelaskan secara detail (rinci) mengenai latar belakang buku, penulis dan menulis karya ilmiah. Buku ini merupakan pedoman dan aplikasi dari karya tulis ilmiah, sehingga bisa dijadikan referensi bagi rekan guru, dosen, mahasiswa, dan masyarakat umum yang peduli terhadap dunia pendidikan.
Pedoman-pedoman yang menjadi titik tolak strategi dalam menjadi penulis buku profesional dijabarkan satu persatu dalam tiap bab buku ini. Pedoman tersebut antara lain strategi terampil menulis, strategi promosi buku. Selain itu, pada bab terakhir dijelaskan suatu paradigma baru yaitu karya ilmiah pengembangan profesi guru. Sehingga secara keseluruhan tampak bahwa isi dari buku ini benar-benar memberikan gambaran tentang bagaimana cara menjadi penulis yang baik.


ISI BAB I
“BUKU”

A. Sejarah Perkembangan Buku
1. Buku Kuno
Ketika itu, buku kuno masih belum berupa tulisan yang tercetak di atas kertas modern seperti sekarang ini, melainkan tulisan-tulisan di atas keping-keping batu (prasasti).
2. Buku di Era Modern
Di era modern sekarang ini perkembangan teknologi semakin canggih.
3. Buku Masa Depan
4. Buku yang Mudah Dibaca
5. Buku Komik
6. Buku Audio
7. Buku Vidio
8. Buku Komputer
9. Buku Net
B. Industri Buku
Kita mengenal lima komponen utama di dalam industri buku: 1) Pengarang; 2) Penerbit; 3) Percetakan; 4) Pedagang Buku; 5) Perpustakaan; 6) Buku dan Pembacanya. 
C. Anatomi Buku
Anatomi buku terbagi dalam tujuh bagian, yaitu: 1) Halaman Pendahuluan; 2) Halaman Teks Isi; 3) Halaman Penyuduh; 4) Penomoran Halaman; 5) Judul Lelar; 6) Sampul dan Jaket; 7) Fisik Buku (Anatomi Buku:2007).
D. Penomoran Standar Buku Internasional ISBN (International Standard Book Numbering)
Cara bekerjanya ISBN, sesuatu ISBN selalu terdiri dari 10 angka. Ke-10 angka ini selalu dikelompokan dalam 4 bagian. Pada waktu percetakannya, ke-4 bagian ini haruslah terpisahkan dengan spasi sekitarnya. Sebab, tiap bagian itu mempunyai fungsinya sendiri-sendiri. a) Indikator Kelompok (Group Identifer); b) Indikator Penerbit (Publisher Prefix); c) Nomor Judul (Title Number); d) Angka Pengontrol.
E. Buku: Budaya Baca dan Tulis
1. Budaya Baca
2. Budaya Nulis bagi Guru/Non guru
3. Manfaat Menulis Buku
4. Faktor yang Menghambat
5. Inspirasi Penggugah
F. BSE (Buku Sekolah Elektronik)
Ide BSE sebetulnya muncul pada awal masa bakti Mendiknas Bambang Sudibyo. Untuk mewujudkan BSE, Depdiknas telah membeli hak cipta buku sebanyak 420 judul buku mulai dari SD sampai  SMA/SMK.


ISI BAB II
“PENULIS”

A. Strategi Terampil Menulis
Kunci bisa terampil menulis atau merangkai kata memang terletak pada kontinuitas latihan (sehari-hari). Berikut ini adalah tujuh strategi agar terampil menulis. 1) Hobi membaca buku; 2) Membaca alam; 3) Mempunyai buku harian; 4) Suka korespondensi; 5) Mencintai bahasa; 6) Hobi meneliti; 7) Suka diskusi.
B. Menggali Ide
Pada dasarnya unsur-unsur yang menjadi ukuran kelayakan ide untuk bahan materi penulisan mempunyai nilai untuk dimuat di media masa. Unsur-unsur yang dimaksud adalah sebagai berikut. 1) Significance (penting); 2) Magnitude (besar); 3) Timelines (aspek waktu); 4) Prominence (tenar).
C. Menulis Buku Berkualitas (Best Seller)
Naskah buku yang berkualitas adalah dambaan setiap penerbit. Ada dua hal yang harus diperhatikan menyangkut naskah yang berkualitas. 1) Bahasa buku; 2) Mengemas “daya pikat”.
Sofia Mansoor dan Niksolim sebagaimana dikutip Abu Al-Ghifari: (2002: 57) menyebutkan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh sebuah penerbitan buku. a) Keperluan; b) Sasaran Pembaca; c) Jumlah Pembaca; d) Isi Naskah; e) Saingan; f) Penyajian; g) Kemuktahiran; h) Hak Cipta; i) Kelayakan Terbit.
Menurut Abu Al-Ghifari, pertanyaan-pertanyaan diatas juga layak menjadi peganggan penulis. Seorang penulis yang mampu menyelami nurani massa akan mampu menulis buku yang bukan hanya berkualitas melankan juga disukai khalayak pembaca.
D. Harga Sebuah Karya Tulis
Umunya penerbit menggunakan sistem royalti dalam menghargai karya seseorang penulis buku. Masing-masing penerbit mempunyai policy atau kebijakan masing-masing. Namun umunya besarnya royalti itu 10% dari harga jual eceran (bruto) per bukunya. Ada pula penerbit mematok 15%, tapi dihitung dengan harga bersih (netto) per bukunya.
E. Strategi Promosi Buku
Menyebar Siaran Pers. Ini merupakan langkah termudah dan termurah yang bisa dilakukan oleh penulis maupun penerbit. Hal-hal yang harus tercantum dalam siaran pers itu adalah sekilas tentang penulis dan penerbit, kelebihan-kelebihan buku, endorsement atau kutipan pengantar tokoh bila ada, kapan buku beredar dan wilayah edarnya, serta informasi pendukung lainnya yang eperlu diketahui publik.
F. Membaca Adalah Kunci Utama Menjadi Penulis
Dengan membaca, kita akan mendapatkan banyak informasi dan pengetahuan. Untuk mempermudahkan Anda dalam membaca buku, Dave Maier dalam bukunya The Accelerated Learning Handbook, menyajikan tip-tip menarik. Maier menamai tip-tipnya ini dengan “Metode Belajar Gaya SAVI”. SAVI singkatan dari Somatis (bersifat raga/tubuh), Auditori (bunyi), Visual (gambar), dan Intelektual (merenungkan).


ISI BAB III
“MENULIS KARYA ILMIAH”

A. Pengertian Karya Ilmiah
Karya ilmiah adalah karya tulis atau bentuk lainnya yang telah diakui dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi atau seni yang ditulis atau dikerjakan sesuai dengan tata cara ilmiah, dan mengikuti pedoman atau konvensi ilmiah yang telah disepakati atau ditetapkan.
Sebuah tulisan dapat disebut karangan ilmiah apabila mengandung unsur-unsur sebagai berikut.
1. Didasarkan fakta dan data, bukan khayalan atau pendapat pribadi.
2. Disajikan secara objektif atau apa adanya.
3. Menggunakan bahasa yang lugas dan jelas, serta menghindari makna yang sifatnya konotatif atau ambisi (ganda).
Adapun langkah-langkah penulisan karya ilmiah adalah sebagai berikut.
1. Menentukan tema atau masalah yang akan dibahas.
2. Menentukan tujuan pembahasan.
3. Mengumpulkan bahan.
4. Membuat kerangka tulisan.
5. Membuat kerangka tulisan dan menyusun tulisan atau mengembangkan kerangka menjadi sebuah tulisan yang utuh dan lengkap.
B. Unsur-unsur Karya Ilmiah
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang unsur-unsur karya ilmiah, berikut ini diuraikan isi yang terkandung dalam masing-masing unsur tersebut. 1) Halaman Judul; 2) Lembar Persetujuan Tim Pembimbing; 3) Abstrak; 4) Kata Pengantar; 5) Daftar Isi; 6) Daftar Tabel; 7) Daftar Gambar; 8) Daftar Lampiran; 9) Bab I Pendahuluan; 10) Latar Belakang Masalah; 11) Rumusan Masalah; 12) Tujuan Penelitian; 13) Hipotesis Penelitian; 14) Kegunaan Penelitian; 15) Asumsi Penelitian; 16) Definisi Istilah/Operasional; 17) Bab II Kajian Pustaka; 18) Bab III Metode Penelitian; 19) Rancangan Penelitian; 20) Populasi dan Sampel; 21) Instrumen Penelitian; 22) Pengumpulan Data; 23) Analisis Data; 24) Pembahasan Hasil Penelitian; 25) Bab IV Penutup; 26) Daftar Pustaka dan Daftar Rujukan; 27) Lampiran-lampiran; 28) Riwayat Hidup.
C. Cara Penulisan Daftar Pustaka
Daftar pustaka adalah daftar yang berisi judul buku, artikel, dan bahan penerbitan lainnya yang mempunyai pertalian dengan sebuah atau sebagian karangan. Adapun cara penulisan daftar pustaka adalah dengan urutan sebagai berikut. 1) Menuliskan nama pengarang. Nama pengarang ditulis dengan cara membalikan unsur-unsur namanya. Unsur nama belakang diletakan di depan diikuti koma, kemudian unsur nama depan diletakan di akhir, kemudian diikuti oleh titik; 2) Tahun terbit diikuti oleh titik; 3) Judul buku digaris bawah atau dicetak miring diikuti tanda titik; 4) Kota terbit diikuti tanda titik dua; 5) Nama penerbit, diakhiri titik.
D. Cara Penulisan Catatan Kaki
Catatan kaki atau footnote dibuat untuk menunjukan sumber suatu kutipan, catatan penjelas, pendapat, fakta atau ikhtisar. Dalam catatan kaki lazim digunakan tiga singkatan, yaitu:
1. Ibid berarti ibide, yang berarti pada tempat yang sama.
2. Op. cit. Singkatan dari Opera Citato yang berarti pada karya yang telah dikutip.
3. Loc. cit. Singkatan dari Loco Citato yang berarti pada tempat yang telah dikutip.
E. Jenis Karya Ilmiah (Tulisan Ilmiah)
Tulisan ilmiah dapat dibagi atas i) Paper; ii) Makalah; iii) Modul; iv) Diktat; v) Skripsi; vi) Tesis; vii) Disertasi; viii) Buku; ix) Laporan Penelitian. Di samping itu, ada pula kritik, timbangan buku, dan tulisan ilmiah popular.
F. Jenis Penelitian Ilmiah
Menurut Aminul Amin, ada beberapa jenis penelitian dalam penyusunan karya ilmiah berikut ini. 1) Ditinjau dari tujuan dasarnya; 2) Ditinjau dari tempat pelaksanaan penelitian; 3) Ditinjau dari tujuan umumnya; 4) Ditinjau dari sifat-sifat masalahnya; 5) Ditinjau dari ruang lingkup pengujinya.
G. Karya Ilmiah Pengembangan Profesi Guru
Berikut ini dijelaskan empat unsur pengembangan profesi yang mempunyai nilai kredit bagi kenaikan jabatan fungsional guru dan tenaga kependidikan lainnya. 1) Membuat karya tulis atau karya ilmiah di bidang pendidikan; 2) Menemukan teknologi tapet guna; 3) Membuat alat pelajaran atau alat peraga; 3) Menciptakan karya seni.
  
KOMENTAR

A. Kelebihan Buku Menjadi Penulis Buku Profesional Pedoman dan Aplikasi Karya Tulis Ilmiah karangan Zainal Aqib antara lain:
1. Bahasa yang digunakan mudah dimengerti dan dipahami.
2. Materi yang diuraikan sangat detail dan jelas.
3. Pada setiap bab di jelaskan secara rinci dan memberikan gambaran tentang bagaimana menjadi penulis buku profesional.
B. Kekurangan Buku Menjadi Penulis Buku Profesional Pedoman dan Aplikasi Karya Tulis Ilmiah karangan Zainal Aqib antara lain:
1. Pada bab I tentang sejarah buku cakupan uraiannya sangat luas sehingga tidak fokus pada pembahasan tentang buku. Tidak muncul penjelasan tentang asal mula buku.


KESIMPULAN

Dari uraian dalam Buku Menjadi Penulis Buku Profesional Pedoman dan Aplikasi Karya Tulis Ilmiah karangan Zainal Aqib, dapat disimpulkan antara lain:
1. BAB I BUKU terdiri dari: a) Sejarah Perkembangan Buku; b) Industri Buku; c) Anatomi Buku; d) Penomoran Standard Buku Internasional ISBN (International Standard Book Numbering); e) Buku: Budaya Baca dan Tulis; f) BSE (Buku Sekolah Elektronik).
2. BAB II PENULIS terdiri dari: a) Strategi Terampil Menulis; b) Menggali Ide (Memilih Bahan); c) Menulis Buku Berkualitas (Best Seller); d) Harga Sebuah Karya Tulis; e) Strategi Promosi Buku; f) Membaca Adalah Kunci Utama Menjadi Penulis.

3. BAB III MENULIS KARYA ILMIAH terdiri dari: a) Pengertian Karya Ilmiah; b) Unsur-unsur Karya Ilmiah; c) Cara Penulisan Daftar Pustaka; d) Cara Penulisan Catatan Kaki; e) Jenis Karya Ilmiah (Tulisan Ilmiah); f) Jenis Penelitian Ilmiah; g) Karya Ilmiah Pengembangan Profesi Guru.

Referensi:
Judul Buku      : Menjadi Penulis Buku Profesional
Pedoman dan Aplikasi Karya Tulis Ilmiah
Pengarang       : Zainal Aqib
Penerbit           : CV. Yrama Widya
Tebal Buku      : vi + 122 Halaman